Bidadari Surga 3


Tiga
Pov Toni

Marah, benci dan cemburu... Semuanya menjadi satu, ketika aku meliihat Irwan yang sedang bercengkrama dengan Bunda di dapur. Irwan sibuk mengaduk masakan, sementara Bunda sibuk mengiris bawang merah.

Sementara aku di sini, di balik tembok ini aku melihat Bunda yang sedang mengobrol ringan, sesekali ia tertawa mendengar lolucon Irwan.

Seandai saja Bunda tau, siapa yang memukulku, akankah Bunda membelaku? Bunda... selama ini Mas Irwan yang suka memukulku, dia suka mengambil uang jajanku, tapi Bunda malah semakin dekat dengan orang yang selalu membuat putramu ini terluka.

Rasanya aku ingin menangis kalau melihat Bunda yang begitu dekat dengan orang yang paling sangat kubenci.

"Bun! Ini sudah mateng belom?"

Bunda melihat sebentar kearah sup yang sedang di masak." Sebentar lagi..." Jawab Bunda. "Oh ya Wan, emang kamu gak ada pr?" Tanya Bunda.

"Ada Bun, emangnya kenapa?"

"Kalau ada pr, mending kamu kerjain dulu, biar sisanya Bunda yang nanti menyelesaikannya." Kulihat Bunda tersenyum kearah Irwan, senyumannya manis seperti biasanya, tapi senyuman itu membuat hatiku makin panas.

"Pr-nya bisa Irwan kerjakan nanti Bunda, tapi kalau untuk bantuin Bunda, Irwan gak bisa menundanya." Gombal... Si anjing itu memang paling pintar ngegombal, bikin darahku semakin naik.

"Hahaha... kamu itu paling pintar ya bikin Bunda seneng, coba kalau seandainya Toni seperti kamu, suka membantu pekerjaan Bunda, mungkin Bunda bisa sedikit bersantai."

"Emang Toni kenapa Bunda?"

"Anak itu terlalu di manja, didi manja, jadinya sampe segede ini dia tetap manja, apa-apa harus di layani." Jelas Bunda, membuatku semakin iri dengan Irwan, dia dengan mudanya bisa mengambil hati Bunda, sementara aku? Bunda selalu mengaggapku seperti anak kecil"

"Auuuww..." Aku kaget saat melihat tangan Bunda tiba-tiba berdarah 

Tapi aku lebih kaget lagi ketika Irwan tiba-tiba mengambil tangan Bunda, lalu dia menghisap darah yang keluar dari jari telunjuk Bunda. Aku sudah tidak tahan lagi dengan sikapnya yang sok baik di depan Bunda, aku segera menghampirinya dan kemudian mendorong tubuh Irwan kebelakang.

Bunda dan Irwan sangat kaget melihat aku yang sudah berdiri diantara mereka.

"Toni?"

"Bunda... Toni gak suka Bunda dekat sama Mas Irwan! Dia yang memukuli Toni Bunda, lihat wajah Toni sampa babak belur kayak gini!" Aku menangis, aku sudah tidak tahan lagi melihat Bunda yang terlalu dekat dengan Mas Irwa.

Aku menatap Toni dengan padangan menantang, aku tidak takut lagi dengannya. Aku yakin Bunda pasti mempercayaiku, karena aku anaknya, sementara Irwan, dia cuman menumpang hidup di rumahku, dia orang yang tidak tau malu.

"Apa maksud kamu Ton?" Tanya Bunda heran.

Aku mengelap air mataku. "Setiap hari dia memukulku Bunda, uang jajanku selalu di ambil, aku sangat membenci dia Bunda." Aduku sambil mendorong tubuh Irwan hingga ia kembali terjengkang.

Baru kali ini aku benar-benar merasa puas, akhirnya aku bisa melawannya.

"Apa itu benar Wan?"

Irwan berusaha berdiri, dia hanya diam saja tak berani memandangku maupun Bunda. Aku tau saat ini dia sedang ketakuttan, kalau kami akan mengusirnya dari rumah ini. Tapi akan kupastikan dia keluar dari rumah ini.

Bunda mendesah pelan. "Jawab Bunda Irwan?" Ulang Bunda.

Irwan mengangkat wajahnya, dia memandangku lalu memandang kearah Bunda, kemudian kulihat ada air mata yang mengalir di pipinya.

"Maafin Irwan Bunda, Maafin aku Ton!" 

"Irwan, tolong kamu jujur sama Bunda, kenapa kamu suka memukuli Adik kamu?" Tanya Bunda, aku senang sepertinya Bunda sangat marah.

"Toni... Mas tau, dari awal kamu memang sudah sangat membenci Mas, walaupun Mas gak tau apa alasan kamu begitu membenci Mas, tapi Mas akan pergi dari rumah ini kalau itu yang kamu mau. Dan Maafkan Mas karena tidak bisa melindungi kamu selama ini." Sial... dia pikir aku akan terpengaruh dengan caranya menangis seperti itu.

Tidak Mas Irwan, aku sangat membenci dirimu, aku tidak akan perna memaafkan kamu. Selama ini kamu selalu memukuliku, dan memperlakukanku seperti binatang, hari ini aku akan membalas semua perbuatan kamu selama ini.

"Bunda tidak mengerti, apa yang sebenarmya terjadi diantara kalian."

"Irwan cukup sadar diri Bun, aku di sini hanya tamu, tapi... kenapa aku di tuduh memukuli Toni." Dia menatapku tajam, kemudian tersenyum mengejek. "Aku tau kamu sangat membenciku Ton, tapi kalau kamu tidak suka aku di sini, kamu tinggal bilang, tidak perlu mengusirku seperti ini Ton!" Katanya balik menyerangku, membuatku cukup kaget dengan kata-katanya.

"Bunda Toni tidak bohong." Buru-buru aku membela diri.

Bunda menoleh kearahku. "Toni?"

"Dia berbohong Bunda, selama ini dia selalu memukulku, tapi selama ini aku selalu diam." Kataku meyakinkan Bunda.

"Bunda tidak perna mengajarkanmu berbohong, apa lagi sampai menuduh orang lain seperti itu. Dari awal Bunda melihat sepertinya kamu memang tidak perna menyukai Masmu." Inilah... yang selama ini aku takutkan, kenapa aku tidak perna mau mengadukan perbuatan Irwan kepadaku.

"Bunsa aku tidak berbohong!"

"Bunda sangat mengenal Masmu, selama ini dia tidak perna berbohong, dan lagi dia anak yang baik, suka membantu Bunda."

"Tapi Bun..."

"Cukup Nak! Kembali kekamar kamu, mulai besok uang kamu Bunda potong." Astaga...! Bagaimana mungkin Bunda lebih mempercayai orang lain ketimbang diriku sebagai anak kandungnya.

Aki sudah tidak tahan lagi, dari awal seharusnya aku sudah tau kalau Bunda pasti lebih mempercayai Mas Irwan.

Aku berlari menuju kamarku, sambil menangis, sebelum aku meninggalkan dapur, dia, bajingan itu sempat tersenyum mengejekku. Besok nasibku akan jauh lebi buruk dari hari ini.
###

 
Ema Salima Salsabila

Secara bergantian aku memandangi wajah dan selangkangan seorang pemuda yang saat ini sedang melepaskan ikatan kedua tanganku. Kulihat wajah itu terlihat begitu tenang, tanpa beban bagaikan air yang mengalir, tapi berbanding kebalik saat mataku melihat selangkangannya. Kulihat ada daging tumbuh di sana dengan ukuran yang aku tak tau pasti seberapa besarnya, tapi yang pasti, benda besar berkepala jamur itu jauh lebih besar ketimbang milik Suamiku.

Deg... didalam hati aku terus meminta maaf keSuamiku atas apa yang telah terjadi saat ini, dan memohon ampun kepadanya.

Setelah kedua ikatan tanganku terlepas, pemuda itu menggeser posisinya. Tangan kirinya mengangkat kaki kananku, menekuk dan menopang bagian belakang lututku, hingga kakiku melayang beberapa centi dari atas kasur pembantuku Inem.

Dia memposisikan tubuhnya diantara kedua kakiku, lalu kurasakan gesekan lembut yang memberi sejuta kenikmatan diantara belahan vaginaku yang sudah membanjir basah.

Sementara itu Inem pembantuku mengarakan kameranya didaerah selangkanganku.

"Ibu sudah siap?" Bodoh... dia malah bertanya seperti itu kepadaku.

Aku mendesah berat. "Jangan Mas Ujang, ini dosa besar, kita tidak boleh seperti ini, kamu pasti mengerti apa maksudku? Apa lagi aku sudah bersuami, jadi tolong hentikan permainan gila ini." Kataku malah terdengar seperti memohon kepadanya untuk tetap melanjutkan permainan ini.

"Aaahkk..." Wajahku mendongak keatas tatkala kepala jamur itu mulai beraksi.

Tangan Ujang meraih payudarahku, dia meremasnya cukup keras sambil jemarinya memencet dan memelintir puttingku, membuatku merintih nikmat, membuatku semakin tidak tahan ingin segera di setubuhi olehnya.

"Percayalah, Ibu pasti menyukai dosa ini!"

Dia berujar sambil mendorong pinggulnya, menekan penisnya yang terus masuk kedalam lorong vaginaku, menembus leher rahimku, membuat mataku terbelalak kaget, sanking panjangnya penis Mas Ujang.

Dia tersenyum, wajahnya menggambarkan kepuasan karena telah berhasim menancapkan senjatanya jauh di dadalam tubuhku.

Aku menggigit bibirku, menahan perih yang bercampur nikmat di dalam vaginaku yang langsung meresponnya, dengan cara menjepit erat penis milik pembantuku itu.

"Memek Ibu rasanya nikmat sekali, masi ngejepit erat kontolku! Padahal Ibu sudah tidak perawan dan perna melahirkan, tapi... Aahkk!" Erang Ujang saat ia menarik perlahan penisnya, kemudian ia mendorongnya lagi hingga mentok.

Tidak... Jangan seperti ini, aku sudah bersuami, tolong hentikaan....

Tanpa bisa berbuat apapun Ujang melesatkan penisnya semakin lama semakin cepat, memompa dan menusuk vaginaku dengan hentakan-hentakan kecil membuat tubuhku terguncang dan rasa ngilu bercampur nikmat di sekujur tubuhku.

"Aaaahkk... Mas Ujaang! Aaaahh... Ah...." Aku memohon, menggeleng-gelengkan kepalaku sankin nikmatnya tusukan yang di berikan Ujang.

Maafkan aku Mas... Maafkan Istrimu ini yang sudah mengkhianati janji suci kita, tapi penis Ujang rasanya... Aahkk... jaug lebih nikmat ketimbang saat kamu melakukannya.

Kupandangi ekspresi wajah Ujang yang tampak begitu puas karena telah berhasil menyetubuhiku.

Ekpresi itu sangat wajar, siapapun yang berhasil menyetubuhi wanita sepertiku, pasti akan merasa sangat bangga dan merasa sangat beruntung bisa merasakan jepitan dinding vaginaku.

Lihatlah diriku, seorang wanita yang selama ini selalu menjaga penampilannya dan selalu menjunjung tinggi harga dirinya sebagai seorang wanita yang telah bersuami. Sedang berbaring hanya mengenakan kaos kaki dan kerudung lebar yang sudah acak-acakan dan parahnya lagi, seseorang pemuda berstatus sosial rendah sedang menyetubuhi dirinya selaku majikannya.

"Gimana rasanya Bu? Enakkan?" Dia tersenyum mengejekku.

Tapi apa yang ia katakan memang benar, dosa ini terlalu nikmat untuk kuabaikan begitu saja, karena rasa ini tak perna kurasakan sepanjang pernikahanku bersama Suamiku.

"Mas... aku pipis lagi!" Rintihku dengan teriakan penuh gairah.
###

 
Asyfa Salsabila

Bruaaak...

Tubuhku terjengkang kebelakang dan buku yang kubawak berserakan di lantai koridor sekolah,ketika tak sengaja aku menabrak seseorang pria yang berada di depanku. Ternyata pria itu juga tidak melihatku karena terlalu sibuk dengan hpnya.

Tentu saja aku ingin marah, tapi setelah menyadari siapa yang kutabrak membuat nyaliku ciut.

Kalau di lihat dari pakaiannya, aku yakin dia salah satu guru di sekolahku, tapi siapa? Aku sendiri merasa tidak perna melihatnya. Tapi kudengar dari gosip yang beredar dari teman-teman di sekolah, akan ada guru baru yang katanya sangat keren mengajar di sekolahku.

"Maaf, kamu baik-baik saja?" Tanyanya, sambil membereskan buku-buku milikku yang berserakan di lantai.

Aku yang terpukau dengan ketampanannya, tak bisa berkata apa-apa, aku masih diam berada di posisiku, hingga mata kami bertemu dan... "Astafirullah..." Buru-buru aku membenarkan posisi rokku yang tersingkap.

Mukaku langsung merah padam karena menahan rasa malu. Aku yakin guru baru itu pasti sudah melihat celana dalamku.

Duh... kok aku sebego ini sampe gak sadar kalau rokku tersingkap. Dan lagi... kenapa, jantungku jadi berdetak sekencang ini, sebenarnya ada apa denganku, baru kali ini aku merasakan perasaan aneh seperti saat ini.

"Eehmm... "Dia berdehem untuk menyadarkanku dari lamunanku, segera aku beridiri. "Ini buku kamu, lain kali hati-hati ya." Ujarnya sembari tersenyum dan menyerahkan bukuku, kemudian dia melangka pergi meninggalkanku sendiri.
###

 
Ema Salima Salsabila

Kini aku sedang duduk diatas selangkangan Ujang, tubuhku terguncang naik turun, sementara di sisi kiri dan kananku ada Pak Darto dan Pak Rusman, mereka memintaku mengocok penis mereka yang barukuran sangat besar.

Walaupun aku jijik dan merasa sangat berdosa terhadap Suamiku, tapi aku tetap melakukannya.

Kedua tanganku dengan penuh irama bergerak maju mundur mengikuti irama hentakan pinggulku, sementara itu tangan mereka juga tidak tinggal diam, sedari tadi meremasi payudarahku.

"Masi lama Jang?" Tanya Pak Darto, sepertinya ia sudah tidak sabar menunggu gilirannya.

"Masih kayaknya Pak, soalnya ini enak banget, sayang kalau buru-buru keluar." Jawab Ujang, yang sedang menikmati penisnya di jepit oleh vaginaku. "Kita main kayak biasa aja Pak!" Sambung Ujang, aku tidak mengerti apa yang di maksud main kayak biasanya yang seperti yang di katakan Ujang.

"Serius boleh, masi perawan loh Jang!"

"Gak apa-apa Pak! Makan aja." Ujar Ujang, kemudian kedua tangannya melingkar di panggangku yang ramping.

Dengan sedikit dorongan, tubuhku rebah diatas tubuh Ujang, hingga payudarahku menempel ketat diatas dadanya, kemudian Ujang mempererat pelukannya hingga aku tak bisa bergerak, sementara itu Pak Darto menghilang dari sampingku, dan Rusman tiba-tiba sudah berdiri di depanku memamerkan penisnya.

Aku tidak tau apa yang mereka inginkan, tapi tiba-tiba pipi pantatku di buka, dengan bersamaan kurasakan ada benda besar yang ingin masuk kedalam anusku. Segera aku menoleh kebelakang dan... "Astafirullah." Benda besar milik Pak Darto sudah menempel di anusku.

Tubuhku langsung meronta, tapi pelukan Ujang yang erat membuatku tak bisa bergerak. "Jangaaan Pak! Yang itu saya belum perna!" Aku memohon kepada mereka agar tidak memasuki anusku.

Selain karena takut anusku robek, aku juga merasa aneh kalau sampai lobangku di masukin penis Pak Darto, melihat Inem barusan di anal aku sudah merasa jijik, apa lagi kalau anusku yang di masuki, rasanya sangat memalukan dan menjijikan.

Membayangkannya saja aku sudah ingin muntah, apa lagi sampai melakukannya.

"Jangan di lawan Bu, nanti rasanya makin sakit, rilex aja... Nanti Ibu pasti ketagihan tiga lobangnya di masukin! Saya aja ketagihan." Kata Inem, dia mengarahkan kameranya di selangkanganku.

"Tahan ya Bu."

"Tu... tunggu Paaak..." Aku memekik pelan saat anusku di masuki kepala penis Pak Darto.

Pria berusia tiga puluh delapan tahun itu seperti tak perduli dengan ucapanku, dia tetap memaksakan penisnya masuk semakin dalam keanusku, hingga aku merasa anusku dipaksa membuka selebar mungkin.

Mataku terbelalak dan mulutku terbuka lebar sanking sakitnya.

Dan sialnya Pak Rusman memanfaatkan mulutkku yang terbuka dengan menjejalkan penisnya kedalam mulutku.

Jadi ini yang di katakan Inem tiga lobang tadi? Aahk... rasanya sakit tapi kenapa aku merasa begitu seksi dengan kondisiku seperti saat ini. Seorang wanita jilbaber melayani tiga pria sekaligus rasanya agak aneh dan memalukan tapi pasti terlihat sangat menggairahkan.

Kucoba untuk membiasakan diriku dengan kondisiku saat ini, dan ternyata memang benar apa yang dikatakan Inem, aku mulai menikmatinya.

Mereka bertiga secara serempak menggoyang pinggul mereka, memenuhi ketiga lobangku yang paling berharga, bahkan Suamiku sendiri belum perna merasakan ketiga lobangku.

"Pantatnya Ibu enak loh, keseet banget! Bapak belum perna coba ya Bu?" Tanya Pak Darto, sambil menyodomiku dia menampar kecil pantatku.

"Ya pastilah belum perna, mana ngerti Bapak yang enak-enak, benerkan Bu?" Timpal Pak Rusman, dia mencabut penisnya dari mulutku, sehingga aku bisa menarik nafas dengan bebas.

Aku mendesah nikmat. "Tidak perna... Aahkk... Soalnya ini tidak boleh, ini biang penyakit! Aahkk... Sudah... aku tidak mau lagi.. Aku Hhmmpp..." Mulutku kembali di sumpal oleh penis Pak Rusman, ia kembali menggoyangkan pinggulnya.

Mereka semua sangat kurang ajar, dan berani memperlakukanku seperti binatang.

Lima menit kemudian, Ujang mengerang bersamaan denganku, kami mencapai puncaknya bersama-sama. Lalu di susul oleh Pak Rusman yang memuntahkan spermanya di dalam mulutku, dan sebagian spermanya tertelan olehku, sebagian lagi mengenai wajah dan kerudungku.

Rasanya sangat aneh saat aku menelan sperma Pak Rusman, karena ini adalah pengalaman pertamaku menelan sperma, tapi entah kenapa aku merasa seperti menyukainya.

Tinggal Pak Darto yang belum keluar, ia semakin cepat menggoyang pinggulku.

"Bu... saya mau keluar!" Erangnya.

Aku menggigit bibirku karena aku juga ingin keluar untuk kesekian kalinya. "Paak..." Rintihku pelan saat orgasmeku datang, lalu di susul Pak Darto yang menyirami anusku.
###

0 Response to "Bidadari Surga 3"

Post a Comment