Bidadari Surga 2


Dua
 
Inayah Sipta Renata

"Sudah mau pergi sayang!" Sapa Suamiku yang baru saja meletakan segelas susu hangat di atas meja. "Susunya di minum dulu bidadari surgaku." Dia tersenyum seperti biasanya, menyapaku dengan panggilan sayang.

"Terimakasi Mas!"

"Anton belum jemput kamu sayang, ini sudah jam tujuh lewat, apa perlu Mas yang antrrin kamu?" 

"Bentar lagi Mas Anton juga dateng!"

"Nanti kamu telat loh."

"Gaklah Mas, biasanya juga nanti Mas Aton pasti jemput aku kok, gak mungkin dia langsung kekantor!"

"Ya sudah terserah kamu aja!"

Dan lima menit kemudian terdengar suara deruh mesin di depan rumahku. Aku dan Suamiku segera keluar rumah, kulihat Mas Anton keluar dari dalam mobilnya, dia tersenyum lalu menyapa kami.

"Assalamualaikum!" Sapanya.

"Waalaikumsalam." Jawabku, "Kok datangnya telat Mas, kita hampir terlambat ni!" Kataku sedikit merajuk, dan seperti biasanya Mas Anton hanya tertawa menanggapi rajukanku, bahkan seperti tidak perduli.

Oh ya, namaku Inaya Septa Renata, usiaku saat ini 26 tahun, dan alhamdulillah sudah satu tahun ini aku di angkat menjadi Pegawai Negri Sipil, berkat bantuan dari Mas Anton. Aku merasa sangat berhutang budi terhadap Mas Anton yang telah begitu banyak membantu berkorban untuk keluarga kecilku.

Mas Aton sendiri adalah sahabat baik dari Suamiku Mas Hasan, mereka saling mengenal semenjak mereka duduk di bangku kuliah. 

Hubunganku dengan Mas Anton sekian hari makin dekat, karena setiap hari kami selalu pergi pulang kerja bareng, karena kebetulan kami satu kantor, sanking dekatnya hubungan kami aku sudah menganggap Mas Anton seperti Kakakku sendiri, dia tempatku berkeluh kesah di kalah senang maupun sedih.

"Mas Hasan, aku pergi dulu ya!" Pamitku, lalu mencium tangannya.

"Hati-hati di jalan, Mas Anton, aku titip Istriku ya." Kata Suamiku, Mas Anton hanya mengangkat tangannya bertanda kalau ia bersedia menjagaku.

Segera kami masuk kedalam mobilnya, dengan perlahan mobil Mas Anton berjalan meninggalkan Suamiku yang seperti biasanya selalu melambaikan tangannya hingga mobil kami menghilang dari pandangannya.

Selama di perjalanan menuju kantor, seperti biasanya kami selalu bercanda gurau.

"Tapi serius loh Dek, kamu hari ini beda banget!" Dasar Mas Anton memang paling suka menggodaku, membuatku terkadang malu sendiri.

"Uda dong Mas neggombalnya."

"Serius loh Dek, kamu terlihat lebih seksi dari biasanya! Mas aja tadi sempat pangling waktu melihat kamu barusan, Mas pikir tadi siapa." Dia menoleh sebentar kearahku, lalu tangannya mengamit tanganku.

Tanpa sadar aku meremas tangannya yang sedang menggenggam tanganku.

Entah kenapa akhir-akhir ini setiap kali berdekatan dengannya, jantungku selalu berdetak lebih cepat, selain itu tak jarang aku suka salah tingkah setiap kali ia menggombal, rasanya sangat berbeda ketika Suamiku yang menggombal.

Seperti hari ini ia terus-terusan memujiku, karena aku menuruti sarannya untuk memperkecil ukuran pakaian dinasku, sehingga aku terlihat begitu seksi katanya.

Kalau seandainya saja yang memujiku ini bukan Mas Anton, mungkin aku akan sangat marah, tapi karena yang memujiku ini adalah Mas Anton, rasanya aku tidak bisa marah, malahan aku merasa bangga mendapatkan pujian dari dirinya walaupun pujian itu terdengar vulgar.

"Emang seksinya dari mana sih Mas?"

Dia kembali tertawa renyah. "Lihat payudarahmu Dek, terligat lebih menantang dari sebelumnya, apa lagi pantat kamu Dek, Uh... rasanya Mas gak sabar pengen melihatnya lagi." Gombalnya senang, membuatku semakin gemes oleh tingkahnya.

"Mas nakal, nantik aku aduhin sama Mas Hasan." Kataku sembari mencubit perutnya.

"Auw, sakit Dek! Nanti seksinya hilang loh!"

"Biarin." Kataku merajuk.

Dan alhasil Mas Anton selama sisa perjalanan kami dia terus membujukku agar aku tidak cemberut, tapi aku pura-pura tidak memperdulikannya.
###

 
Ema Salima Salsabila

Dengan sekuat tenaga aku hendak melepaskan diri, tapi Ujang dengan erat memelukku, dia memaksaku melihat adegan panas antara Mbak Inem dengan Pak Darto dan Pak Rusman, membuatku merasa sangat jijik dengan mereka semua. Bagaimana mungkin mereka memperlakukanku seperti ini sebagai majikan mereka, yang seharusnya sangat mereka hormati.

Mereka benar-benar tidak tau diri, selama aku dan Suamiku memperlakukan mereka layaknya seperti keluarga, tapi apa yang mereka perbuat saat ini sungguh sangat keterlaluan.

Ujang memaksaku duduk di pangkuannya, sementara ia duduk di kursi.

Sambil menonton adegan live show yang ada di hadapanku, Ujang dengan beraninya menggerayangi tubuhku, dia mencium tengkukku yang masih tertutup kerudung, sementara kedua tangannya mencengkram erat payudarahku. Ya... Tuhaan, Aahkk... remasan Ujang dan pemandangan yang ada di hadapanku saat ini, sedikit banyak membuatku terangsang.

Kulihat penis Pak Rusman keluar masuk dengan perlahan di dalam vagina Inem, sementara penis Pak Darto dengan gerakan cepat menyodomi Inem dari belakang.

Untuk pertama kalinya di dalam hidupku melihat pemandangan erotis seperti ini, dan parahnya lagi, adegan terlarang itu di lakukan oleh pembantuku sendiri. "Astafirullah!" Aku mengucap dalam hati.

"Paak... Ooohkk... Ineeem mau keluaaar lagi!" Erang Inem, kulihat tubuh bugil Inem tersentak-sentak selama beberapa detik, dan kemudian tubuhnya melemas, jatuh kedalam pelukan Pak Rusman. Tapi mereka berdua bukannya berhenti malah semakin beringas menyetubuhi Inem, bahkan kulihat Pak Darto memukul pantat Inem cukup keras.

Tidak... kenapa aku seperti ini? Oh... Tuhan, Aku tidak mungkin terangsang... tapi ini.... Aaahk...!

Kusandarkan kepalaku di pundak Ujang sambil merontah kecil kepadanya, sementara Ujang semakin keras meremas payudarahku, bahkan sambil menciumi pipiku, tangan kanan Ujang beralih kebawah menuju keselangkanhanku, aku dapat merasakan jemarinya menekan selangkanganku, sementara itu penisanya seperti menyundul pantatku.

"Kayaknya Ibu sudah terangsang ya?" Ia menggodaku, berbisik di telingaku.

Aku menggeleng lemah. "Tidaaak... Aahkk... Lepaskan saya Mas Ujang! Aaahhkk.... Ooghk.... Cukup, jangan lecehkan saya lagi Mas, ini dosa besar Mas!" Aku memohon tapi tak benar-benar berusaha menghentikan perbuatan cabul yang di lakukannya.

"Coba Ibu lihat Inem? Ibu maukan seperti Inem, kita akan bikin Ibu ketagihan dengan kontol kami, setiap hari Ibu akan kami perkosa sama seperti Inem!"

"Perkosa?" Kataku panik. "Jangan Mas Ujang! Saya mohoon, saya janji tidak memecat ataupun melaporkan perbuatan kalian tapi tolong Mas, jangan seperti ini, lepaskan saya Mas, saya sudah bersuami!" Aku memohon kepada mereka.

"Yakin mau di lepaskan?"

"Khaaaayaaakkkiiiin..." Aku memekik ketika Ujang meremas kasar dadaku.

Tapi tak lama kemudian tiba-tiba Ujang memanggut bibirku, meredam suaraku dengan melumat bibir merahku, menghisapnya dengan perlahan membuatku kaget sekaligus semakin terbawa suasana erotis.

Oh Tuhan... dia mencium bibirku, menghisap mulutku begitu lembut, aku tidak perna merasakan ini sebelumnya, Suamiku tak perna melakukannya seenak ini, tapi dia... Aahkk... dia hanya pembantuku, tapi dia bisa membuatku merasa nyaman seperti ini, dan lagi....

"Cukup..." Aku tersadar kudorong dadanya.

Astaga... Apa yang kulakukan barusan, hampir saja aku menikmati sentuhannya di bibirku.

"Kalian sudah selesai belom, sisain tenaga buat ronde kedua ni?" Tanya Ujang kepada mereka yang saat ini sedang berbaring dalam keadaan telanjang bulat, sepertinya mereka baru selesai.

"Udah... hayu kita lanjut." Kata Pak Darto.

"Serius Mas Ujang mau ngelakuin ini sama Ibu, selama ini Ibu baik sama kita, masak kita malah ngelakuin ini sama Ibu." Aku bisa sedikit bernafas lega mendengar penuturan Inem, dan berharap mereka mau mendengarkan Inem.

"Tenang aja Nem, kamu aja ketagihankan?" Tanya Ujang, kulihat Inem tertunduk malu.

"Nambah satu bidadari surga lagi ni." Girang Pak Rusman.

"Pak Darto, tolong ambilkan tali ya, dan kamu Inem, jangan lupa siapin hp kamu." Perintah Ujang kepada mereka berdua.

"Siap atuh Jang!" Jawab Pak Darto, lalu dia buru-buru keluar kamar Inem.

Entah kenapa aku yang semakin panik tak membuatku bergeming turun dari atas pangkuannya, bahkan ketika Ujang menggendong dan menjatuhkanku diatas tempat tidurku, aku hanya diam, seakan aku pasrah menanti nasibku selanjutnya di tangan mereka.

Tidak... aku harus lari, mereka bermaksud buruk kepadaku, aku tidak boleh tinggal diam, aku harus berontak apapun yang terjadi aku harus keluar.

Dengan sekuat tenaga aku mendorong tubuh Ujang hingga ia terjengkang kebelakang, lalu dengan secepat kilat aku hendak melarikan diri tapi sebelum pintu kamar Inem terbuka, Pak Rusman sudah membukanya lebih dulu, sehingga satu-satunya akses bagiku untuk melarikan diri ketutup oleh Pak Rusman.

"Tolong Pak!" Aku memelas untuk terakhir kalinya.
###

 
Inayah Sipta Renata

"Dicariin, ternyata kamu malah ada di sini!"

"Kangen ya... baru juga di tinggal beberapa menit uda kangen aja Mas!" Kataku menggodanya.

"Gimana gak kangen, kalau dada kamu selalu terbayang di benak Mas. Bikin pekerjaan Mas jadi berantakan tau." Katanya, sambil mengaduk kopi cappucino miliknya.

Aku memasang wajah imutku. "Ya maaf Mas!" Bisikku lirih sambil memanyunkan bibirku.

"Kamu harus tanggung jawab!"

"Hah?" Kataku kaget. "Emang Aku harus gimana Mas, biar Mas gak kepikiran lagi?" Tanyaku, entah kenapa aku mau saja mengikutin kemauannya.

Dia diam sejenak, lalu matanya melirik sekeliling kantin, kemudian ia tersenyum.

Entah apa yang sedang ia pikirkan saat ini, tapi aku merasa Mas Anton ingin kembali mengerjaiku seperti kemarin-kemarin. Duh... Mas, kamu itu kok nakal banget si, bikin Adek serba salah.

"Buka dikit dong" Tuhkan bener.

"Apanya Mas?" Tanyaku pura-pura bingung.

Dia meneguk air liurnya. "Kancing baju kamu buka dua ya, Mas pengen lihat kayak kemarin!" Pintanya, membuatku kembali tegang.

"Mas ada-ada aja ni malu tau!"

"Malu kenapa?" Tanyanya.

"Malulah di lihat orang."

"Ya kan gak ada orang lain, cuman ada kita berdua, terus ngapain juga kamu malu, Adekkan cantik, seksi lagi... Seharusnya kamu bangga punya dada sebesar itu." Dia menunjuk dadaku dengan bibirnya.

Aku diam sejenak. "Tapi sebentar aja ya Mas." Dia buru-buru mengangguk.

Dengan perasaan was-was, sambil melirik kekiri dan kekanan aku membuka dua kancing pakaian dinasku, hingga terlihat belahan dadaku dan bagian atas cup bra yang kukenakan.

Gila... kamu gila Ina, ingat ini di kantin kantor, gimana kalau ada yang melihat kamu? Aahk... kamu sbenar-benar sudah gila.

Tiba-tiba Mas Anton berdiri, kemudian dia mengamit tanganku dan langsung membawaku pergi, aku yang panik hendak kembali menutup kancing seragamku, tapi Mas Anton buru-buru menghetikanku. Entah mau apa lgi dia sekarang.

"Kamu seksi, aku ingin memamerkan keseksian kamu ke semua orang!" Kata enteng mengakakku menuju kantor.

Mas Anton... kamu selalu mampu membustku berada dalam kondisi yang sulit seperti saat ini, tapi aku menyukaimu caramu Mas.
####

 
Ema Salima Salsabila

Namaku Ema Salima Salsabila, usiaku saat ini 39 tahun, memang usiaku sudah tidak muda lagi, tapi mungkin memang pada dasarnya keluargaku semuanya cantik-cantik dan awet muda, sehingga walaupun usiaku sudah mendekati kepala empat aku masih terlihat cantik dan bentuk tubuhku rasanya tidak perna berubah sedikitpun dari aku remaja hingga sekarang, walaupun aku sudah melahirkan seorang Putri.

Tidak heran kalau Suamiku tidak perna merasa bosan menjamah tubuhku.

Tapi di balik kesempurnaan yang kumiliki malah membuatku kini dalam bahaya, mereka para pembantuku berniat memperkosa diriku.

Aku berbaring diatas tempat tidurku, dengan kedua tangan terikat diatas kepalaku, sementara itu mereka bertiga mengelilingiku, dan Inem satu-satunya pembantu perempuan dirumahku sedang memegang kamera hp yang di arahkan kepadaku.

"Jangan tegang Bu, vidio Ibu tidak akan kita sebar, ini hanya sebagai jaminan!" Ujar Ujang sambil membelai kepalaku yang tertutup kerudung.

"Tolong jangan sakiti saya."

"Mana mungkin kami berani menyakiti Ibu."

"Bener Bu, yang ada kami malah ingin membuat Ibu merasakan surga dunia." Timpa Pak Darto, kurasakan tangannya membelai betitsku, terus naik hingga melewati lututku dan menuju kepahaku.

Aku yang panik berusaha memberontak, tapi dengan cepat Ujang memanggut bibirku, ia menghisap bibirku dengan perlahan, memaksaku membuka mulutku dan menghisap, membelit bibir dan lidahku. Sementara tangan kanannya kembali hinggap diatas payudaraku.

Oohkk... Tubuhku menggeliat!

Kenapa dengan diriku ini, ciuman Ujang terasa begitu menyentuh, penuh perasaan dan sangat bergairah. "Aahkk... " Tangan siapa itu, kumohooon jangan naik lagi, aku sudah tidak tahan lagi, vaginaku... Aahkk... hentikan, cairanku sudah keluar.

Kurasakan tangan seseorang kini sedang membelai paha bagian dalamku, sementara kedua payudarahku saat ini sedang di remas nikmat di balik gamis yang kukenakan, dan mulutku kini dengan suka rela tanpa perlawanan berarti membalas lumatan Ujang.

Tidak.... Gamisku sudah di singkap keatas, mereka pasti bisa melihat kedua paha mulusku, dan lagi celana dalamku yang berwarna criem pasti sudah lecek karena precum ini tak mau berhenti keluar.

Satu-persatu kancing gamisku di buka dan kemudian "Breaaat...." Seseorang mengoyak gamisku.

Dengan sangat perlahan seseorang menarik kebawah cup braku, sehingga payudarahku berukuran 34C melompat keluar.

Belum hilang kekagetanku, sekilas aku melihat wajah Pak Rusman mendekati payudarahku, lalu... Oh Tuhan... lidahnya menari-nari di sekitaran payudaraku mengelilingi aurolaku, membuat aku semakin tidak tenang, nafasku memburu dan jantungku... Aahkk!

Celana dalamku di tarik... Jangan-jangan aku mohon, siapapun tolong aku, kedua tanganku terikat aku tidak bisa menghentikannya.

Dan... Uuhkk... sapuan apa lagi ini! Aaahkk... Aku tidak tahan lagi....

"Memeknya sudah basah Jang!" Kudengar suara Pak Darto mengomentari vaginaku.

Ujang melepaskan ciumannya. "Ingat, jangan sakiti majikan kita, buat seenak mungkin!" Komentar Ujang, dia menatapku sembari tersenyum.

Kenapa dengan diriku saat ini, aku sedang di perkosa seharusnya aku marah, bukan merasa malu seperti ini, bahkan rasa malu ini terasa lebih besar ketimbang saat aku melakukan malam pertama dengan Suamiku dulu. Apa ini yang di sebut puber kedua? Tidak mungkin, orang tuaku tidak perna mengajarkanku seperti ini.

"Jang, gamis sama kutangnya ganggu ni." Protes Pak Rusman, seakan Ujang yang usianya lebih muda malah dianggap seperti seniornya.

"Guting aja Pak, tapi hati-hati!" Perintah Ujang, lalu kurasakan gamisku di gunting dan brakupun ikut di gunting hingga aku benar-benar telanjang bulat menyisakan kaos kaki sewarna dengan warna kulitku, dan kerudungku yang berwarna biru. "Maaf ya Bu gamisnya kami rusak, tapi besok-besok gak akan lagi." Bisik Ujang, dia mengecup lembut pipiku.

"Jangan Mas, kasihani aku." Aku kembali memelas.

Tapi yang terjadi kedua payudarahku kembali di gerayangi mereka berdua. Ujang di sebelah kanan menghisap dan menjilati puttingku, sementara Pak Rusman di sebela kiriku sedang menggigit, dan menekan putting payudarahku.

Perlahan kakiku di lebarkan, dan kurasakan jilatan di paha kananku, lalu bergantian dengan paha kiriku.

Aaahkkk... Kepalaku mendongak keatas ketika ujung lidah Pak Darto membelai bibir vaginaku, rasanya... Ya Tuhan, Aahkk... Aku belum perna merasakan ini, Suamiku tidak perna mau melakukan ini.

Pak Darto begitu lihai memainkan lidahnya, dia mengecup dan menghisap clitorisku, membuatku di paksa untuk bertahan mati-matian agar tidak mendesah sanking nikmatnya, rasanya aku ingin mulutku di sumpal, atau di lakban agar aku tidak perlu mengerang ataupun mendesah nikmat seperti ini.

Lidah Pak Darto menari-nari, melakukan gerakan naik turun dan terkadang melingkar.

Kemudian kurasakan lidahnya menyeruak masuk kedalam vaginaku, dan menari-nari di sana membuatku semakin tidak tahan. "Aaahkk... Pak!" Aku mendesah... Oohk... Akhirnya aku tidak tahan lagi.

Rasanya terlalu geli nikmat di payudarahku ataupun di vaginaku. Aku merasa sedikit lagi aku mau pipis, dan perasaan ini semakin membuatku meras bersalah.

Maafkan aku Mas, aku mencintaimu tapi ini terlalu menyiksaku Mas.

"Aku... dapeeeeet!" Aku memekik ketika orgasme melandaku.
####

0 Response to "Bidadari Surga 2"

Post a Comment